Oleh: Dr. Trubus Raharjo, S.Psi M.Si., Psikolog
Pernahkah parents mendengar toxic parenting? Ketika orang membahas toxic parenting atau toxic parent, hal ini dapat mengarah pada perilaku orang tua yang tidak memperlakukan anak mereka dengan baik dan menyebabkan anak merasa bersalah, ketakutan, dan merasa harus berperilaku sangat patuh pada orangtuanya.
Perilaku orang tua yang dapat dikatakan sebagai toxic ketika perilaku yang disebutkan di atas berulang dilakukan oleh orang tua sehingga menimbulkan sebuah pola kebiasaan yang mengakibatkan dampak negatif pada kehidupan anak.
Tanda-tanda yang termasuk dalam kategori toxic parenting dalam pengasuhan anak?
1. Keinginan Selalu Mengontrol Anak
Keinginan orangtua untuk melakukan kontrol adalah hal baik dan wajar, namun hal ini menjadi tidak baik jika orangtua memiliki ketakutan berlebih atas apa yang dilakukan anak. Orang tua mempunyai keinginan untuk selalu mengontrol apapun di kehidupan anak. Hal ini bisa menjadi pertanda bahwa parents sudah melakukan emotional abuse (kekerasan emosional) dalam kehidupan anak. Contohnya, melarang anak memutuskan jurusan kuliahnya sendiri, melarang anak berteman tanpa alasan yang jelas.
Sayangnya, ketakutan berlebihan pada orangtua ini dapat memicu over controlling pada kehidupan anak. Sebabnya anak tidak mempunyai kesempatan untuk memilih keputusannya sendiri. Hal ini dapat berdampak pada perasaan anak, pada akhirnya anak merasa tersinggung dan berpikir bahwa anak tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk memutuskan pilihan personal hidupnya.
2. Kekerasan Fisik atau Verbal
Orang tua Memarahi Anak dengan kata Kasar. Jika parents sering melakukan kekerasan fisik seperti memukul dan mencubit anak, atau melakukan kekerasan verbal seperti memanggil anak dengan perkataan tidak baik, mengejek anak dengan kata-kata kasar, mendiami anak dalam waktu lama, mengalihkan kesalahan pada anak.
Sebaik mungkin parents harus menghentikan kebiasaan tersebut dalam mendidik anak. Apapun bentuk, tindakan, intensitas kekerasan pada anak tidak dapat dibenarkan dan parahnya kekerasan yang dialami anak dapat menyebabkan terganggunya fungsi otak dan kesehatan mental anak dalam jangka panjang.
3. Kurang Empati
Orang tua yang tidak empati terhadap keadaan anak akan menganggap kebutuhan orang tua lebih penting dari kebutuhan anak. Orang tua seperti ini akan selalu menuntut anak untuk melakukan sesuatu untuk keuntungan atau kesenangan pribadi si orang tua. Misalnya, anak harus dituntut untuk selalu mendapat nilai sempurna di sekolah karena hal tersebut dapat menimbulkan kesenangan atau kebanggaan pada diri orang tua.
Namun sayangnya, orang tua tidak memikirkan kemampuan si anak, apakah anak akan mampu untuk selalu mendapatkan nilai sempurna, apakah hal tersebut bisa mengganggu kesehatan mental anak. Orangtua yang kurang empati akan menimbulkan dampak negatif pada anak, seperti anak akan sering mengabaikan kebutuhannya sendiri, menyalahkan diri sendiri atas ketidakpuasan orang tuanya, tidak memiliki pendapat sendiri.
4. Terlalu Mengkritik Anak
Orang tua Terlalu Mengkritik Anak Parents jika telah melakukan kritik berlebih pada anak. Semua hal yang dilakukan oleh anak ditanggapi secara negatif oleh orang tua. Perilaku orang tua yang “terlalu mengkritik” akan cenderung menyakiti perasaan anak. Mungkin orang tua bermaksud baik atas kritik yang diberikan namun salah-salah mengkritik dapat menghancurkan kepercayaan diri si anak.
Misalnya, orang tua mengkritik penampilan anak saat anak mencoba berpenampilan baru, tidak menghargai pencapaian anak dengan membandingkan pencapaian anak lain, mengkritik saat anak menunjukan bakatnya. Sifat terlalu mengkritik dapat menurunnya rasa kepercayaan diri anak karena anak merasa tidak mampu untuk melakukan apapun dengan benar.